KASUS PENIPUAN JUAL BELI ONLINE
Seiring berkembangnya teknologi
informasi di dunia maya saat ini, ada sebagian oknum yang memanfaatkan
situasi untuk melakukan aksi penipuan di dunia maya seperti yang terjadi
pada kasus berikut ini. Coba dilihat dan diperhatikan seperti yang
tertera pada blog berikut ini, alamat blognya
www.batavia-olshop.blogspot.com. No HP yang ada di blog tersebut telah
melakukan percobaan penipuan ke salah seorang masyarakat bernama Andi
Sahrul Boy Purba, dengan alamat fb Andiskin Head. Andi Sahrul Boy Purba (pembeli) dalam hal ini meminta itikad baik dari si penjual agar segera menyelesaikan permasalahan ini.
Modus yang dibuat oleh si empunya blog
www.batavia-olshop.blogspot.com dengan menampilkan barang-barang
elektronik dengan harga murah dibawah harga pasar untuk menarik pembeli
agar melakukan jual beli secara online. Untuk meyakinkan para korbannya
di blog tersebut dilampirkan surat ijin tempat usaha, ktp si pemilik
tempat usaha tersebut, dan testimoni-testimoni untuk meyakinkan calon
pembeli agar mau bertransaksi dengan mereka, tetapi ada hal yang aneh
dari beberapa testimoni tersebut, testimoni dibuat sepihak oleh si
pemilik blog tanpa membuka testimoni baru dan testimoni nya terkunci.
Pada mekanisme transfer bank, diblog
tersebut tidak menampilkan no rekening yang digunakan untuk melakukan
transaksi pembayaran, mekanisme pembayaran dilakukan setelah calon
pembeli menanyakan satu buah barang yang akan dibeli dan menanyakan
berapa harga nya dan mengirimkan informasinya ke no HP sesuai yang
tertulis di alamat blog, setelah itu si pemilik no HP sesuai blog
tersebut kemudian meng sms kan no rekening yang digunakan untuk
mekanisme pembayarannya.
Setelah di sms kan no rekening kepada
calon pembeli, calon pembeli yang tergiur akan murah nya barang tersebut
langsung mentransfer uang sesuai dengan harga barang. Dan menginformasi
kan kembali kepada si pemilik no HP sesuai blog tersebut bahwa uang
telah ditransfer tetapi apa yang terjadi ? Si pemilik blog
menginformasikan kepada si pembeli bahwa ia telah melakukan pengiriman
barang sesuai yang di pesan oleh pembeli tetapi ada kesalahan, kesalahan
nya bahwa si penjual telah mengirimkan kepada si pembeli sebanyak 3
buah barang padahal si pembeli hanya memesan 1 buah barang yang dipesan
maka dengan demikian si penjual meminta kepada si pembeli untuk
mentransfer kembali sejumlah uang berikutnya senilai 2 barang yang salah
kirim tersebut, apabila si pembeli tidak mentransfer uang senilai
barang yang salah kirim tersebut maka si penjual tidak mengirim barang
tersebut ke si pembeli. Aneh bukan, kalau memang si penjual
seorang seller professional kesalahan pengiriman yang dilakukan oleh si
penjual adalah RESIKO si penjual kenapa ia salah dalam mengirimkan
barang ke si pembeli. Kalau memang terjadi salah pengiriman
barang dengan mengirimkan barang tersebut kepada si pembeli sebanyak 3
buah barang seperti yang diinformasikan oleh si penjual ke si pembeli,
mana no resi pengiriman barangnya, kenapa si penjual tidak memberikan no
resi pengiriman barang sampai hari ini kepada si pembeli bahwa barang
tersebut memang telah dikirimkan oleh si penjual.
Si pembeli telah positif thinking kepada
si penjual dengan mentransfer sejumlah uang sesuai barang yang
dipesannya ke si penjual, kenapa si penjual tidak positif thinking juga
ke si pembeli. Bahwa memang benar-benar si penjual telah mengirimkan
barang tersebut dan mengirimkan nya sebanyak 3 buah barang, mana no resi
pengirimannya kalau memang barang tersebut sudah dikirimkan.
Karena permasalahannya jadi rumit dan si
pembeli mesti mentransfer sejumlah uang untuk sisa barang yang salah
kirim akhirnya si pembeli menginformasikan kepada si penjual bahwa ia
ingin uang nya agar segera dikembalikan dan transaksi dibatalkan, tetapi
si penjual tetap ngotot tidak mau mengembalikan uang si pembeli dan
diajak untuk ketemuan secara baik-baik juga si penjual tidak mau diajak
untuk ketemuan. Dan si penjual tetap saja masih broadcash melalui BBM
bahwa ia menjual barang-barang elektronik murah dan blog nya juga masih
aktif. Dan saat ini si pembeli telah di remove di pertemanan contact
blackberry.
UNTUK HUKUM/CYBERLAW :
Sebagian besar pengguna internet pasti pernah berbelanja secara online, namun bagi yang tidak jelih dapat dengan mudah tertipu. Uang sudah ditransfer barang tidak kunjung datang, akhirnya barang tidak didapat uang melayang. Umumnya modus ini berawal dari harga yang super murah, namun banyak juga metode lain yang si penipu gunakan sehingga banyak orang tertipu.
Bagaimanakah hukum tentang perkara penipuan dalam hal jual beli online ini ? Lalu apakah undang-undang yang digunakan berasal dari KUHP atau UU ITE ?
Berikut ini jawaban yang saya temukan dalam situs HukumOnline.com yang ditulis oleh Adi Condro Bawono, semoga menambah pengetahuan anda.
Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ("UU ITE") tidak secara khusus mengatur mengenai tindak pidana penipuan. Selama ini, tindak pidana penipuan sendiri diatur dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ("KUHP"), dengan rumusan pasal sebagai berikut:
"Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan menggunakan nama palsu atau martabat (hoedaningheid) palsu; dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang, diancam, karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun."
Walaupun UU ITE tidak secara khusus mengatur mengenai tindak pidana penipuan, namun terkait dengan timbulnya kerugian konsumen dalam transaksi elektronik terdapat ketentuan Pasal 28 ayat (1) UU ITE yang menyatakan:
"Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik."
Terhadap pelanggaran Pasal 28 ayat (1) UU ITE diancam pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar, sesuai pengaturan Pasal 45 ayat (2) UU ITE.
Jadi, dari rumusan-rumusan Pasal 28 ayat (1) UU ITE dan Pasal 378 KUHP tersebut dapat kita ketahui bahwa keduanya mengatur hal yang berbeda. Pasal 378 KUHP mengatur penipuan, sementara Pasal 28 ayat (1) UU ITE mengatur mengenai berita bohong yang menyebabkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik .
Walaupun begitu, kedua tindak pidana tersebut memiliki suatu kesamaan, yaitu dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lain. Tapi, rumusan Pasal 28 ayat (1) UU ITE tidak mensyaratkan adanya unsur "menguntungkan diri sendiri atau orang lain" sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP tentang penipuan.
Pada akhirnya, dibutuhkan kejelian pihak penyidik kepolisian untuk menentukan kapan harus menggunakan Pasal 378 KUHP dan kapan harus menggunakan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE. Namun, pada praktiknya pihak kepolisian dapat mengenakan pasal-pasal berlapis terhadap suatu tindak pidana yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana penipuan sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP dan memenuhi unsur-unsur tindak pidana Pasal 28 ayat (1) UU ITE. Artinya, bila memang unsur-unsur tindak pidananya terpenuhi, polisi dapat menggunakan kedua pasal tersebut.
Lepas dari itu, menurut praktisi hukum Iman Sjahputra, kasus penipuan yang menyebabkan kerugian konsumen dari transaksi elektronik jumlahnya banyak. Di sisi lain, Iman dalam artikel Iman Sjahputra: Konsumen Masih Dirugikan dalam Transaksi Elektronik juga mengatakan bahwa seringkali kasus penipuan dalam transaksi elektronik tidak dilaporkan ke pihak berwenang karena nilai transaksinya dianggap tidak terlalu besar. Menurut Iman, masih banyaknya penipuan dalam transaksi elektronik karena hingga saat ini belum dibentuk Lembaga Sertifikasi Keandalan yang diamanatkan Pasal 10 UU ITE.
sumber :
http://regional.kompasiana.com/2013/02/12/maraknya-penipuan-jual-beli-online-di-internet-527902.html
UNTUK HUKUM/CYBERLAW :
Sebagian besar pengguna internet pasti pernah berbelanja secara online, namun bagi yang tidak jelih dapat dengan mudah tertipu. Uang sudah ditransfer barang tidak kunjung datang, akhirnya barang tidak didapat uang melayang. Umumnya modus ini berawal dari harga yang super murah, namun banyak juga metode lain yang si penipu gunakan sehingga banyak orang tertipu.
Bagaimanakah hukum tentang perkara penipuan dalam hal jual beli online ini ? Lalu apakah undang-undang yang digunakan berasal dari KUHP atau UU ITE ?
Berikut ini jawaban yang saya temukan dalam situs HukumOnline.com yang ditulis oleh Adi Condro Bawono, semoga menambah pengetahuan anda.
Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ("UU ITE") tidak secara khusus mengatur mengenai tindak pidana penipuan. Selama ini, tindak pidana penipuan sendiri diatur dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ("KUHP"), dengan rumusan pasal sebagai berikut:
"Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan menggunakan nama palsu atau martabat (hoedaningheid) palsu; dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang, diancam, karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun."
Walaupun UU ITE tidak secara khusus mengatur mengenai tindak pidana penipuan, namun terkait dengan timbulnya kerugian konsumen dalam transaksi elektronik terdapat ketentuan Pasal 28 ayat (1) UU ITE yang menyatakan:
"Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik."
Terhadap pelanggaran Pasal 28 ayat (1) UU ITE diancam pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar, sesuai pengaturan Pasal 45 ayat (2) UU ITE.
Jadi, dari rumusan-rumusan Pasal 28 ayat (1) UU ITE dan Pasal 378 KUHP tersebut dapat kita ketahui bahwa keduanya mengatur hal yang berbeda. Pasal 378 KUHP mengatur penipuan, sementara Pasal 28 ayat (1) UU ITE mengatur mengenai berita bohong yang menyebabkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik .
Walaupun begitu, kedua tindak pidana tersebut memiliki suatu kesamaan, yaitu dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lain. Tapi, rumusan Pasal 28 ayat (1) UU ITE tidak mensyaratkan adanya unsur "menguntungkan diri sendiri atau orang lain" sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP tentang penipuan.
Pada akhirnya, dibutuhkan kejelian pihak penyidik kepolisian untuk menentukan kapan harus menggunakan Pasal 378 KUHP dan kapan harus menggunakan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE. Namun, pada praktiknya pihak kepolisian dapat mengenakan pasal-pasal berlapis terhadap suatu tindak pidana yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana penipuan sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP dan memenuhi unsur-unsur tindak pidana Pasal 28 ayat (1) UU ITE. Artinya, bila memang unsur-unsur tindak pidananya terpenuhi, polisi dapat menggunakan kedua pasal tersebut.
Lepas dari itu, menurut praktisi hukum Iman Sjahputra, kasus penipuan yang menyebabkan kerugian konsumen dari transaksi elektronik jumlahnya banyak. Di sisi lain, Iman dalam artikel Iman Sjahputra: Konsumen Masih Dirugikan dalam Transaksi Elektronik juga mengatakan bahwa seringkali kasus penipuan dalam transaksi elektronik tidak dilaporkan ke pihak berwenang karena nilai transaksinya dianggap tidak terlalu besar. Menurut Iman, masih banyaknya penipuan dalam transaksi elektronik karena hingga saat ini belum dibentuk Lembaga Sertifikasi Keandalan yang diamanatkan Pasal 10 UU ITE.
sumber :
http://www.ckcybers.com/blog/hukum-perihal-penipuan-jual-beli-online
http://www.ckcybers.com/blog/hukum-perihal-penipuan-jual-beli-online
0 comments: